Pages

Rabu, 08 Februari 2012

Sajak Tidur


Sajak Tidur
Dari senja ke senja ke senja ke senja
Dari pejam ke pejam ke pejam
Dari mimpi ke mimpi ke mimpi
Dari buta ke buta ke buta
Hampa.
Oktavia, Februari 2012

Kamis, 02 Februari 2012

Berbagi Duka Ini


Berbagi duka ini
Seperti berbagi sepotong roti di malam Oktober yang kering
Remah – remahnya di terbangkan angin
Desir – desir gulanya di keroyok semut
Tersudut, dengan jiwa brutal, namun nyalinya ciut

Berbagi duka ini, terarah akan kemalangan dan kesepian
Kepalaku gemetar,
Berbangkit amarah kesal
Barbalut luka yang bergelut dalam angan – angan

Kemudian ku tanya pada Tuhan
Akankah berbangkit sejuknya air semilir, sejuk merajuk
Gusar ini memar oleh lapar
dan aku hanya berharap pada pembagian luka sekerat roti bulan Oktober
                                                                                    Oktavia, Februari 2012


Rabu, 01 Februari 2012

HATI (II)

Hati(II)
Hati dalam gelap terang
Hati dalam cahaya kelam
Hati dalam mimpi dan kehidupan

Hati dalam nyawa
Hati dalam raga
Hati dalam bisa
Hati dalam lara
Hati, menyepi mengingkar
Hati, melukis memudar

Menitiki nyawa
Mengaturi barisan
Dalam penat membuta mencari  arah
Sudut – sudut menikung dalam kegelapan gelisah
Hati, Daku melukis sepi dalam lara berbisa raga
Meradangi mimpi berpendar cahya
                                                           Oktavia, Februari 2012


Sabtu, 28 Januari 2012

HATI(I)

HATI(I)
Saat tidur
Bangunku adalah senja saat mentari terlelap
 Kembali tersingkir oleh jiwa - jiwa yang kikir

Puaskan diri
Akan hasrat nurani yang begitu pelik mengingkari
Aduh beribu sakit mengaduh namun duka tak jua luruh

Terbangkan daku ke atas mimpi
Hempaskan ke dasar sanubari
Asal engkau kembali terlara
Mendapat tuba dari segal sesal yang kau papa

Pergilah pembawa diri
Engkau bukanlah lagi musim semi penuh nyanyian
Kini tinggal bekunya salju
Dalam musim dingin penuh kedengkian

Sabtu, 21 Januari 2012

GALAU


GALAU
Menunggu dan Terseok
Jungkirbalik aku di antara siang dan malam
Menghirup nafas yang setiap detiknya terasa semakin menyesakkan.

Katak dalam tempurung
Terbelenggu dengan apa yang dikata kebebasan
Terjerat oleh pergolakan nasib yang nyata sebagia permainan.
Suara – suara jelata senantiasa menyiangiku
Menarik dan menghempaskanku, lalu memeluk dalam sebuah kebersamaan

Rasanya diri ingin mati
Membebaskan jiwa dari raga yang pelik ini
Kenapa tak jua kau teteskan air mata, Duhai pelupuk yang tandus?!
Hatiku telah terlanjur mengeruh dan mencari pelampiasan untuk menjernihkanya kembali

Neraka dan surga menari – nari dipelupuk mata
Menyiapkan diri utuk segera ku sambut mereka

Kini ku lelah...
Lelah akan semua yang membelitku
Tiada sandaran bahkan Tuhan sekan menghilang
Menyisakanku yang hanya mengambang dalam kegetiran

Oktavia, Januari 2012


Secarik

SECARIK

Renung dalam relung yang bingung
Berapa lama keheningan ini mengikat nafasku
Getaran batin menoreh yang tertoreh beroleh yang bertukar

Senja malam terbit siang dalam mungkar dalam senjang
Aku masih bertanya, seberapa lama keheningan ini akan mengikat nafasku
Pening kepala oleh kelabu tercipta dari raganya

Secarik kertas
Telapak tangan keras
Ku coba panggil namamu beribu – ribu panggil namamu namun sunyi tetap mendaki

Secarik
Secarik yang ragu secarik yang pilu secarik yang termangu
Terhenti pada kelambu yang mengantarkanku menuju jawabmu

 Lalu aku masih bertanya
Seberapa lama keheningan ini akan mengikat nafasku
 

Oktavia, Januari 2012

Seperti Mendaki Halilintar

SEPERTI MENDAKI HALILINTAR

Ku nafaskan kesuksesan ini dengan kasih dan sebilah senyuman
Terbayang akan betapa peliknya
untuk menggapai anak tangga yang kadang datang,
kadang menghilang

Kesukaran itu membawaku melampaui batas
Kala keguyuran dengki, iri dan benci melintas
Hirupan adalah tangis dan sakit
Hirupan adalah sulit dan terkesan pelit
Mahadaya seperti tersingkir dan terasing
Kekuatan bagaikan terkikis, mengalir

Kala, kalanya menghimpit
Namun butir – butir pelik itulah yang membawaku melambung
Meski anak tangga terasa cemeti beraliran listrik,
Yang menghantam tubuhku tiap kali ia mau
Namun, Cemeti itu pulalah yang mengalirkan nafasku,
Meggetarkan darahku,
Menerbangkan tubuhku pada harapan yang tak pernah ku mampu

Seperti mendaki halilintar, menggapai awan
Teredam oleh nyanyian syukur penuh kemenangan
Oktavia, Januari 2012

Pelipis Senja

PELIPIS SENJA

 
Ini renungan nasib
Saat yang berbatas hampir berpulang
Mengajarkan duka pada yang lalang

Seperti eloknya jingga pada senja
Warnanya yang tabu,
Hinggap tak tersentuh
Seperti batin kecilku
Menyelinap diantara barang – barang gaduh

Duka ini batasnya duka
Luka ini batasnya luka
Tawa ini batasnya tawa
Rindu ini batasnya cinta
Cinta dunia, cinta jiwa, cinta raga

Pelipis senja
Saat dentang dinding adalah waktu sahaja
Saat batas akhir adalah akhir segala
                                                                          Oktavia, Januari 2012